KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis persembahkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya , sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik . Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang diutus untuk menjadi rahamat sekalian alam . Seiring dengan itu , tidak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan makalah ini .
Makalah ini menjelaskan tentang epistemologi al- kindi . Al- Kindi merupakan nama yang diambil dari suku yang menjadi asal cikal bakalnya , yaitu Banu Kindah . Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah yang sejak dulu menempati daerah selatan Jazirah Arabyang tergolong memiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak dikagumi orang . Sedangkan nama lengkap Al- Kindi adalah Abu Yusuf Ya'qub bin Ishaq As- Shabbah bin imron bin Isma'il al- Asy'ad bin Qays al- Kindi . Lahir pada tahun 185 H (801 M) di Kuffah . Ayahnya Ishaq As- Shabbah adalah gubernur Kuffah pada masa pemerintahan al- Mahdi dan Harun ar-Rasyid dari bani Abbas . Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah al- Kindi lahir .
Penulis menyadari akan kekurangan dari makalah ini . Karena “ Tak ada gading yang tak retak ”. Oleh karena itu , saran dan masukan dari berbagai pihak sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah ini dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat berguna bagi pembaca .
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah seorang tokoh filsafat Islam yang cukup berpengaruh dan mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan di dalam dunia Islam, yaitu al-Kindi yang mempunyai nama lengkap Abu Yusuf Ya'qub bin Ishaq As-Shabbah bin imron bin Isma'il al-Asy'ad bin Qays al-Kindi. Dalam kesempatan kali ini pemakalah akan mencoba untuk memaparkan pemikiran al-Kindi tentang Epistemologi yang akan dijelaskan pada Bab Pembahasan. Namun sebelumya pemakalah ingin memberikan gambaran umum tentang epistemologi tersebut, epistemologi yang merupakan nyawa dari filsafat membahas tentang seluk beluk pengetahuan manusia, akan selalu menjadi bahan yang menarik untuk dikaji, karena disinilah dasar-dasar pengetahuan maupun teori pengetahuan yang diperoleh manusia menjadi bahan pijakan dan tentunya sangat banyak pembahasan tentang pengetahuan.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah ini ialah
• Apakah yang dimaksud dengan Epistemologi ?
• Bagaimanakah pandangan Al-Kindi mengenai pengetahuan manusia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EPISTEMOLOGI
Secara etimologi (baca: bahasa), epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos lazim dipakai untuk menunjukkan adanya pengetahuan sistematik. Dengan demikian epistemologi berarti pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Sedangkan Runes dalam kamusnya (1971) menjelaskan bahwa epistemologi is the branch of philoshophy which investigates the origin, stucture, methods and validity of knowledge. Karena itulah epistemologi sering dikenal sebagai filsafat pengetahuan. Jika diperhatikan, batasan-batasan di atas nampak jelas bahwa hal-hal yang hendak diselesaikan epistemologi ialah tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, validitas pengetahuan, dan kebenaran pengetahuan.
B. PANDANGAN AL-KINDI MENGENAI PENGETAHUAN MANUSIA
Al-Kindi telah mengadopsi ilmu-ilmu filsafat dari pemikiran tokoh filsafat Yunani, namun sebagai seorang filosuf Muslim, ia mempunyai kepribadian seorang Muslim sejati yang tak tergoda dan tetap mayakini prinsip-prinsip di dalam Islam.
Al-Kindi mempunyai pandangan tersendiri tentang pengetahuan, menunrutnya pengetahuan manusia itu pada dasarnya terbagi menjadi tiga bagian besar, yaitu :
• Pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan indera disebut pengetahuan inderawi,
• Pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan akal disebut pengetahuan rasional,
• Pengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan disebut dengan pengetahuan isyraqi atau iluminatif.
1. Pengetahuan Inderawi
Pengetahuan inderawi terjadi secara langsung ketika orang mengamati terhadap obyek-obyek material (sentuhan, penglihatan, pendengeran, pengcapan dan penciuman). Kemudian dalam proses yang sangat singkat tanpa tenggang waktu dan tanpa berupaya, obyek-obyek yang telah ditangkap oleh indera tersebut berpindah ke imajinasi (musyawwiroh), kemudian diteruskan ke tempat penampungannya yang disebut hafizhah (recolection). Pengetahuan yang diperoleh dengan jalan ini (Inderawi) tidak tetap dan akan selalu berubah; karena obyek yang diamati pun tidak tetap, selalu dalam keadaan menjadi, berubah setiap saat, bergerak, berlebih-berkurang kuantitasnya, dan berubah-ubah pula kualitasnya.
Pada dasarnya pengetahuan inderawi ini mempunyai kelemahan yang cukup banyak, sehingga pengetahuan yang didapatkan belum tentu benar. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain Indera terbatas, benda yang jauh terlihat kecil berbeda ketika benda tersebut berada di dekat kita, lalu apakah benda tersebut memang berubah menjadi kecil? tidak, keterbatasan kemampuan indera ini dapat memberikan pengetahuan yang salah. Kelemahan kedua adalah Indera menipu, gula yang rasanya manis akan terasa pahit ketika dirasakan oleh orang yang sakit, begitu juga udara yang yang panas akan terasa dingin. Sehingga hal ini akan memberikan pengetahuan yang salah juga. Kelemahan ketiga ialah Obyek yang menipu, seperti ilusi, fatamorgana. Di sini Indera menangkap obuek yang sebenarnya tiada. Kelemahan keempat berasal dari indera dan obyek sekaligus, indera misalnya mata tidak dapat melihat obyek secara keseluruhan dan begitu juga obyek yang tidak memperlihatkan dirinya secara keseluruhan, sehingga hal ini akan memberikan informasi pengetahuan yang salah pula.
2. Pengetahuan Rasional
Pengetahuan tentang sesuatu yang diperoleh dengan jalan menggunakan akal bersifat universal, tidak parsial dan bersifat immaterial. Obyek pengetahuan rasional bukan individu; tetapi genus dan spesies. Orang mengamati manusia sebagai yang berbadan tegak dengan dua kaki, pendek, jangkung, berkulit putih atau berwarna, yang semua ini akan menghasilkan pengetahuan inderawi. tetapi orang yang mengamati manusia, menyelidiki hakikatnya sehingga sampai pada kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk berfikir (rational animal = hewan nathiq), telah memperoleh pengetahuan rasional yang abstrak universal, mencakup semua individu manusia. Manusia yang telah ditajrid (dipisahkan) dari yang inderawi tidak mempunyai gambar yang telukis dalam perasaan.
Kelihatannya sudah cukup jelas bahwa pengetahuan hanya terbagi menjadi dua, karena keduanya sudah saling melengkapi, tapi ternyata hal tersebut belum cukup. Indera (empiris) dan akal (rasio/logis) yang bekerjasama belum mampu mendapatkan pengetahuan yang lengkap dan utuh. Indera hanya mampu mengamati bagian-bagian tertentu tentang obyek. Dibantu oleh akal, manusia juga belum mapu memperoleh pengetahuan yang utuh. Akal hanya sanggup memikirkan sebagian dari obyek.
Al-Kindi memperingatkan agar orang tidak mengacaukan metode yang ditempuh untuk memperoleh pengetahuan, karena setiap ilmu mempunyai metodenya sendiri yang sesuai dengan wataknya. Watak ilmulah yang menentukan metodenya. Adalah suatu kesalahan jika kita menggunakan suatu metode suatu ilmu untuk mendekati ilmu lain yang mempunyai metodenya sendiri. Adalah suatu kesalahan juga jika kita menggunakan metode ilmu alam untuk metafisika.
3. Pengetahuan Isyraqi
Al-Kindi mengatakan bahwa pengetahuan inderawi saja tidak akan sampai pada pengetahuan yang hakiki tentang hakikat-hakikat. Pengetahuan rasional terbatas pada pengetahuan tentang genus dan spesies. Banyak filosof yang membatasi jalan memperoleh pengetahuan pada dua macam jalan ini. Al-Kindi, sebagaiman halnya banyak filosof isyraqi, mengingatkan adanya jalan lain untuk memperoleh pengetahuan lewat jalan isyraqi (iluminasi), yaitu pengetahuan yang langsung diperoleh dari pancaran Nur Ilahi. Puncak dari jalan ini adalah yang diperoleh para Nabi untuk membawakan ajaran-ajaran yang berasal dari wahyu kepada umat manusia. Para Nabi memperoleh pengetahuan yang berasal dari wahyu tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah untuk memperolehnya. Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak Tuhan semata-mata. Tuhan mensucikan jiwa mereka dan diterangkan-Nya pula jiwa meraka untuk memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu. Akal meyakinkan pengetahuan pengetahuan mereka berasal dari tuhan, karena pengetahuan itu ada ketika manusia tidak mampu mengusahakannya, karena hal itu memang di luar kemampuan manusia. Bagi manusia tidak ada jalan lain kecuali menerima dengan penuh ketaatan dan ketundukan mereka kepada kehendak tuhan, membenarkan semua yang dibawakan para nabi.
Untuk memberi contoh perbedaan pengetahuan manusia yang diperoleh dengan jalan upaya dan pengetahuan para nabi yang diperoleh dengan jalan wahyu, Al-Kindi mengemukakan pertanyaan orang-orang kafir tentang bagaimana mungkin tuhan akan membangkitkan kembali manusia dari dalam kuburnya setelah tulang-belulangnya hancur menjadi tanah; sebagaimana termaktub dalam Al-Qur'an surah Yasin ayat 78-82. Keterangan yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur'an ini amat cepat diberikan oleh nabi Muhammad saw. karena berasal dari wahyu tuhan, dan tidak yakin akan dapat dijawab dengan cepat dan tepat serta jelas oleh filosuf.
Pertanyaan yang diajukan pada nabi Muhammad saw. adalah sebagai berikut: Siapakah yang dapat menghidupkan tulang-belulang yang telah membusuk? Segeralah tuhan menurunkan wahyu jawabannya: Katakanlah yang memberinya hidup adalah penciptanya yang pertama kali yang mengetahui segala kejadian, Dia yang menjadikan bagimu api dari kayu yang hijau, kemudian kamu menyalakan api darinya. Tiadakah yang telah menciptakan langit dan bumi sanggup menciptakan yang serupa itu? Tentu saja karena Dia maha Pencipta, maha Tahu. Bila Dia menghendaki sesuatu, cukuplah Dia perintahkan, ”jadilah”, maka iapun menjadi.
Al-Kindi memberikan penjelasannya tentang ilmu yang berasal dari Tuhan sebagaimana dicerminkan dalam ayat-ayat Al-Qur'an tersebut sebagai berikut:
Tidak ada bukti bagi akal yang terang dan bersih yang lebih gamblang dan ringkas daripada yang tertera dalam ayat-ayat Al-Qur'an tersebut, yaitu bahwa tulang-belulang yang benar-benar telah terjadi setelah tiada sebelumnya, adalah sangat mungkin apabila telah rusak dan busuk ada kembali. Mengumpulkan barang yang berserakan lebih mudah daripada membuatnya dari tiada, meskipun bagi Tuhan tidak ada hal yang dapat dikatakan lebih mudah ataupun lebih sulit. Kekuatan yang telah menciptakan mugkin menumbuhkan sesuatu yang telah dihancurkan. Al-Qur'an menyebutkan bahwa tuhan telah menjadikan kayu hijau dan dapt dibakar menjadi api; hal ini mengandung ajaran bahwa sesuatu mungkin bisa terjadi dari lawannya. Tuhan menjadikan api dari bukan api dan menjadikan panas dari bukan panas. Jika sesuatu mungkin terjadi dari lawannya, maka akan lebih mungkin lagi sesuatu terjadi dari dirinya sendiri.
Al-Qur'an yang menyebutkan bahwa tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi berkuasa pula menciptakan yang serupa itu, karena Dia adalah tuhan yang maha pencipta lagi maha mengetahui. Al-Kindi menjelaskan bahwa hal tersebut dapat diyakini kebenarannya secara amat jelas tanpa memerlukan argumentasi apapun. Orang-orang kafir mengingkari penciptaan langit, karena mereka mengira bagaimana langit itu diciptakan, berapa lama waktu yang diperlukan jika dibandingkan dengan perbuatan manusia melakukan suatu pekerjaan. Sangkaan mereka itu tidak benar, tuhan tidak memerlukan waktu jika menghendakiuntuk menciptakan sesuatu. Tuhan berkuasa menciptakan sesuatu dari yang bukan sesuatu dan mengadakan sesuatu dari tiada. Sesuatu ada bersamaan dengan kehendak-Nya.
Al-Kindi mengakhiri penjelasannya tentang ayat-ayat Al-Qur'an yang dijadikan contoh-contoh di atas sebagai berikut: "Tak ada manusia yang dengan filsafat manusia sanggup menerangkan sependek huruf-huruf yang tercantum dalam ayat-ayat al-Qur'an yang diwahyukan kepada Rasul-Nya itu, yang menerangkan bahwa tulang-belulang akan hidup setelah membusuk dan hancur, bahwa kekuasaan tuhan seperti menciptakan langit dan bumi, bahwa sesuatu dapat terjadi dari lawannya. Kata-kata manusia tidak sanggup menuturkannya, kemampuan manusia tidak sanggup melakukannya; akal manusia yang bersifat parsial tidak terbuka untuk sampai pada jawaban yang demikian itu.”
Pengetahuan Isyraqi ini, selain didapatkan oleh para nabi. Ada kemungkinan juga didapatkan oleh orang-orang yang beris, suci jiwanya, walaupun tingkatan atau derajatnya berada dibawah dari pengetahuan yang dipeoleh para nabi. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan para nabi yang diperoleh dengan wahyu lebih meyakinkan kebenarannya daripada pengetahuan para filosuf yang tidak dari wahyu.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Epistemologi berarti pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Sedangkan Runes dalam kamusnya (1971) menjelaskan bahwa epistemologi is the branch of philoshophy which investigates the origin, stucture, methods and validity of knowledge. Karena itulah epistemologi sering dikenal sebagai filsafat pengetahuan
Al-Kindi adalah seorang filosuf Islam yang berupaya memadukan ajaran-ajaran Islam dengan filsafat Yunani. Sebagai filosuf, Al-Kindi mempercayai kemampuan akal untuk mendapatkan pengetahuan yang benar tentang realitas. Tetapi pada saat yang sama ia juga mengakui bahwa akal mempunyai keterbatasan dalam mencapai pengetahuan metafisik. Karena itulah al-Kindi mengatakan bahwa keberadaan nabi sangat diperlukan untuk mengajarkan hal-hal di luar jangkauan akal manusia yang diperoleh dari wahyu tuhan. Dari sini dapat diketahui bahwa al-Kindi tidak sependapat dengan para filosuf Yunani dalam hal-hal yang dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran agama Islam yang diyakininya. Contohnya menurut al-Kindi alam berasal dari ciptaan tuhan yang semula tiada, sedangkan Aristoteles berpendapat bahwa alam tidak diciptakan dan bersifat abadi. Karena itulah al-Kindi tidak termasuk filosuf yang dikritik al-Ghozali dalam kitabnya Tahafut Al-Falasifah (Kerancuan Para Filosuf).
Al-Kindi mempunyai pandangan tersendiri tentang pengetahuan, menunrutnya pengetahuan manusia itu pada dasarnya terbagi menjadi tiga bagian besar, yaitu :
• Pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan indera disebut pengetahuan inderawi,
• Pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan akal disebut pengetahuan rasional,
• Pengetahuan yang diperoleh langsung dari Tuhan disebut dengan pengetahuan isyraqi atau iluminatif.
DAFTAR PUSTAKA
Musthofa, Ahmad. 1997. Filsafat Islam. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA.
Tafsir, Ahmad. 2004. Filsafat Umum, Akal dan hati sejak Thales sampai
Capra. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
www.hitsuke.blogspot.com
www.mnovrianto.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar